Politik Ala Charles Honoris [ English Versi ]

POLITIK ALA CHARLES HONORIS


 

Profil Charles honoris

oleh: Eggy Sudjana Case

Do these articles really violate freedom of expression as protected by the Indonesian Constitution? Was the decision to annul the Criminal Code articles on insulting of the head of state correct? More importantly, are these provisions still relevant in a democratic Indonesia?

Due to their wording, how the articles are applied and interpreted is the key to understanding whether or not these articles violate the freedom of expression. Their elasticity allows them to be misused by those in power to suppress criticism of the head of State. Thus, the Constitutional Court decided correctly when it in annulled articles 134, 136 and 137 of the Criminal Code. After all, we already have articles 310-321 of the Criminal Code on defamation. The reputations of the head of state and every person in the country are protected by these articles.

Political satires such as Republik BBM and newspaper cartoons should be protected under freedom of speech. These are simply creative methods of criticizing policies and portraying events. The Eggi Sudjana case, however, was different. His statement to the media involved the making of blatant accusations against five individuals, which could harm their reputations.

It’s time to be truthful about the past A nation’s history is often dark and filled with controversy. In Indonesia, especially, the truth behind various past human rights abuses remains hidden behind the twisted world of politics.

Even after the reforms that began in 1998, the Indonesian government and people appear to be reluctant to uncover the nation’s dark past of human rights abuses. Indonesians, according to historian Taufik Abdullah, “seem to have a hobby of upholding historical burdens.”

It is no secret that in the past, Indonesia’s track record on human rights was far from excellent, if not downright ugly. During the Soeharto years, human rights abuses were widespread. Those opposing the regime were forced into submission by any means, including torture. The Indonesian military’s presence in conflict areas, such as Aceh and East Timor, was often marked by human rights abuses.

I remember reading years ago the testimony of an Acehnese woman who was tortured by the Army. She was forced to disclose the location of her husband, who was a suspected member of the Free Aceh Movement (GAM). She was raped and beaten and by the end of the week had the tips of her nipples cut off with scissors.

In 1991, elements in the Indonesian military are believed to have massacred more than 200 protesters in East Timor in an incident known as the Santa Cruz Massacre. All of this was done in our name.

There are also such unresolved incidents as the student shootings at Trisakti and the May 1998 riots. The government has never apologized to the victims for the State’s inability to protect its citizens from such brutal pogroms.

Pustaka Charles Honoris

Konflik TNI-Polri Nodai Kepercayaan Rakyat

INILAHCOM, Jakarta – Insiden kekerasan antara oknum anggota TNI Polri di Batam, Kepulauan Riau, justru menodai kepercayaan rakyat terhadap dua institusi keamanan negara itu.

Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menyesalkan dua institusi negara yang menjadi garda terdepan dalam menjamin pertahanan dan keamanan negara justru sering terlibat aksi kekerasan.

“Kita tentunya tidak mentolerir terjadinya aksi kekerasan seperti itu yang hanya menodai kepercayaan rakyat kepada dua institusi tersebut,” kata Charles, di Jakarta, Kamis (20/11/2014).

Menurutnya, tindak kekerasan antara TNI dan Polri dinilai akibat kesejahteraan aparat keamanan yang cukup minim.

“Terjadinya konflik seperti itu di Batam menurut kami berkaitan dengan kesejahteraan para anggota, baik dari TNI maupun Polri yang tidak memadai,” kata Charles yang juga Ketua DPD DKI Taruna Merah Putih ini.

Untuk itu, sebagai mitra kerja TNI, Charles bertekad akan mendorong peningkatan anggaran demi terpenuhinya kesejahteraan personel TNI dan Polri.[ris]

Sumber: Inilah
http://nasional.inilah.com/read/detail/2156187/konflik-tni-vs-polri-nodai-kepercayaan-rakyat#.VHAVBmcgc00

Charles Honoris, Putra Pengusaha Nasional Luntungan Honoris Lolos ke Senayan

Charles Honoris, Komisi I DPR dari PDI Perjuangan

Charles Honoris, Komisi I DPR dari PDI Perjuangan

[JAKARTA] Penghitungan hasil rekapitulasi suara di KPUD Provinsi DKI Jakarta untuk pemilu legislatif 2014 baru saja usai. Beberapa wajah baru yang akan duduk di DPR RI untuk masa jabatan 2014-2019 berangkat dari DKI Jakarta.

Salah satunya caleg muda dari PDI Perjuangan Charles Honoris, yang juga adalah Ketua DPD Taruna Merah Putih DKI Jakarta, organisasi sayap kepemudaan PDI Perjuangan.

Menurut hasil rekapitulasi, Charles memperoleh suara terbanyak di Dapil DKI III dengan 96.842 suara, mengalahkan senior nya Effendi Simbolon dan Ketua DPR RI Marzuki Alie (Partai Demokrat).

“Kami bersyukur dan berterima kasih bahwa rakyat Jakarta mempercayakan aspirasinya kepada PDI Perjuangan di pemilu kali ini. Kami juga berharap, akan dipercaya rakyat Indonesia untuk membawa perubahan bagi bangsa ini melalui presiden Jokowi di tahun 2014 ini,” kata Charles kepada SP, Sabtu (26/4) malam.

Charles adalah putra dari Luntungan Honoris pengusaha nasional, yang baru-baru ini bersama Bill Gates dan 7 pengusaha nasional lain mendonasikan UU$ 80 juta untuk program kesehatan nasional di Indonesia.

Luntungan Honoris tercatat sebagai presiden komisaris PT Modernland Realty Tbk dan anggota dewan pelindung Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan.

Selain Charles, putra pengusaha Hasjim Djojohadikusumo, Aryo (Gerindra), juga lolos di dapil DKI III. [M-16/N-6]

Tahir ke Istana Temui Jokowi didampingi Charles Honoris

Tahir orang terkaya ke istana bersama charles honoris

Tahir orang terkaya ke istana bersama charles honoris

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang pengusaha yang masuk jajaran orang terkaya di Indonesia, Dato Sri Tahir atau Tahir mendatangi Istana Negara untuk bertemu Presiden Joko Widodo, Kamis (20/11/2014) siang. Ada apa ?

Tahir yang dikenal sebagai bos Grup Mayapada itu datang didampingi seorang politisi muda PDIP yang juga anggota DPR RI, Charles Honoris. Kepada Tribunnews.com, Charles mengungkapkan kedatangan pengusaha papan atas itu merupakan yang pertama kali dalam kapasitas Joko Widodo sebagai Presiden RI.

“Sudah (kenal) sebelumnya. Kan Pak Tahir ini aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Tapi dalam kapasitas pak Jokowi sebagai presiden ini pertama kali bertemu,” ungkap Charles.

Menurut Charles, perkenalan Tahir dan Jokowi terjadi di acara-acara terkait kegiatan filantropi atau aksi sosial para pengusaha. “Dia juga beberapa kali menyumbang di DKI baik saat pak Jokowi Gubernur maupun pak Ahok. Di Jawa Tengah juga pernah,” kata Charles. Kedatangan Tahir kali ini, juga terkait dengan kegiatan sosial. “Ga ada bicara politik,” tepis Charles.

Seperti diberitakan dalam daftar orang kaya Forbes 2014, nama Tahir masih tercatat berada pada peringkat 10 dengan kekayaan mencapai  1,85 miliar miliar dollar AS. (Baca juga : Kekayaan Tidak untuk Dihambur-hamburkan, Tapi untuk Berbuat Baik)

Pertemuan sang konglomerat dengan Presiden Jokowi hanya berlangsung sekitar 20 menit secara tertutup.” Hanya kami bertiga, saya, pak Tahir dan pak Jokowi,” ujarnya.
Sumber: Tribunnews